Kamis, 14 April 2011

Laju Endap Darah

Laju endap darah (erithrocyte sedimentation rate, ESR) yang juga disebut kecepatan endap darah (KED) atau laju sedimentasi eritrosit adalah kecepatan sedimentasi eritrosit dalam darah yang belum membeku, dengan satuan mm/jam. LED merupakan uji yang tidak spesifik. LED dijumpai meningkat selama proses inflamasi akut, infeksi akut dan kronis, kerusakan jaringan (nekrosis), penyakit kolagen, rheumatoid, malignansi, dan kondisi stress fisiologis (misalnya kehamilan). Sebagian ahli hematologi, LED tidak andal karena tidak spesifik, dan dipengaruhi oleh faktor fisiologis yang menyebabkan temuan tidak akurat.

Pemeriksaan CRP dipertimbangkan lebih berguna daripada LED karena kenaikan kadar CRP terjadi lebih cepat selama proses inflamasi akut, dan lebih cepat juga kembali ke kadar normal daripada LED. Namun, beberapa dokter masih mengharuskan uji LED bila ingin membuat perhitungan kasar mengenai proses penyakit, dan bermanfaat untuk mengikuti perjalanan penyakit. Jika nilai LED meningkat, maka uji laboratorium lain harus dilakukan untuk mengidentifikasi masalah klinis yang muncul.


Metode

Metode yang digunakan untuk pemeriksaan LED ada dua, yaitu metode Wintrobe dan Westergreen. Hasil pemeriksaan LED dengan menggunakan kedua metode tersebut sebenarnya tidak seberapa selisihnya jika nilai LED masih dalam batas normal. Tetapi jika nilai LED meningkat, maka hasil pemeriksaan dengan metode Wintrobe kurang menyakinkan. Dengan metode Westergreen bisa didapat nilai yang lebih tinggi, hal itu disebabkan panjang pipet Westergreen yang dua kali panjang pipet Wintrobe. Kenyataan inilah yang menyebabkan para klinisi lebih menyukai metode Westergreen daribada metode Wintrobe. Selain itu, International Commitee for Standardization in Hematology (ICSH) merekomendasikan untuk menggunakan metode Westergreen.

LED berlangsung 3 tahap, tahap ke-1 penyusunan letak eritrosit (rouleaux formation) dimana kecepatan sedimentasi sangat sedikit, tahap ke-2 kecepatan sedimentasi agak cepat, dan tahap ke-3 kecepatan sedimentasi sangat rendah.


Prosedur
  1. Metode Westergreen
    • Untuk melakukan pemeriksaan LED cara Westergreen diperlukan sampel darah citrat 4 : 1 (4 bagian darah vena + 1 bagian natrium sitrat 3,2 % ) atau darah EDTA yang diencerkan dengan NaCl 0.85 % 4 : 1 (4 bagian darah EDTA + 1 bagian NaCl 0.85%). Homogenisasi sampel sebelum diperiksa.
    • Sampel darah yang telah diencerkan tersebut kemudian dimasukkan ke dalam tabung Westergreen sampai tanda/skala 0.
    • Tabung diletakkan pada rak dengan posisi tegak lurus, jauhkan dari getaran maupun sinar matahari langsung.
    • Biarkan tepat 1 jam dan catatlah berapa mm penurunan eritrosit.
  2. Metode Wintrobe
    • Sampel yang digunakan berupa darah EDTA atau darah Amonium-kalium oksalat. Homogenisasi sampel sebelum diperiksa.
    • Sampel dimasukkan ke dalam tabung Wintrobe menggunakan pipet Pasteur sampai tanda 0.
    • Letakkan tabung dengan posisi tegak lurus.
    • Biarkan tepat 1 jam dan catatlah berapa mm menurunnya eritrosit.

Nilai Rujukan
  1. Metode Westergreen :
    • Pria : 0 - 15 mm/jam
    • Wanita : 0 - 20 mm/jam
  2. Metode Wintrobe :
    • Pria : 0 - 9 mm/jam
    • Wanita 0 - 15 mm/jam

Masalah Klinik
  • Penurunan kadar : polisitemia vera, CHF, anemia sel sabit, mononukleus infeksiosa, defisiensi faktor V, artritis degeneratif, angina pektoris. Pengaruh obat : Etambutol (myambutol), kinin, salisilat (aspirin), kortison, prednison.
  • Peningkatan kadar : artirits reumatoid, demam rematik, MCI akut, kanker (lambung, kolon, payudara, hati, ginjal), penyakit Hodgkin, mieloma multipel, limfosarkoma, endokarditis bakterial, gout, hepatitis, sirosis hati, inflamasi panggul akut, sifilis, tuberkulosis, glomerulonefritis, penyakit hemolitik pada bayi baru lahir (eritroblastosis fetalis), SLE, kehamilan (trimester kedua dan ketiga). Pengaruh obat : Dextran, metildopa (Aldomet), metilsergid (Sansert), penisilamin (Cuprimine), prokainamid (Pronestyl), teofilin, kontrasepsi oral, vitamin A.

Faktor-faktor yang mempengaruhi temuan laboratorium :
  • Faktor yang mengurangi LED : bayi baru lahir (penurunan fibrinogen), obat (lihat pengaruh obat), gula darah tinggi, albumin serum, fosfolipid serum, kelebihan antikoagulan, penurunan suhu.
  • Faktor yang meningkatkan LED : kehamilan (trimester kedua dan ketiga), menstruasi, obat (lihat pengaruh obat), keberadan kolesterol, fibrinogen, globulin, peningkatan suhu, kemiringan tabung.

Selasa, 12 April 2011

Fasciola gigantica

Nama                          : Fasciola gigantica
Phylum           : Platyhelminthes
Ordo               : Digenea
Family             : Fasciolidae
Species           : Fasciola gigantica
Kelas               : Trematoda





Fasciola gigantica merupakan satu-satunya cacing trematoda diIndonesia yang menyebabkan infeksi fasciolosis pada hewan ruminansia. Penyakitini  sangat  merugikan  karena  dapat  menyebabkan  penurunan  bobot  hidup,penurunan  produksi,  pengafkiran  organ  tubuh  terutama  hati  sehingga  hatiterbuang percuma, bahkan dapat menyebabkan kematian. Di Indonesia, secaraekonomi kerugiannya dapat mencapai Rp. 513,6 milyar/tahun. Oleh karena itu,perlu diketahui penyebab dan dampak dari cacing jenis ini.


Fasciola  gigantica adalah  parasit  yang  cukup  potensial  penyebab fascioliasis atau distomatosis. Di Indonesia fascioliasis merupakan salah satupenyakit ternak yang telah lama dikenal dan tersebar secara luas. Keadaan alam Indonesia dengan curah hujan dan kelembaban yang tinggi, dan ditunjang pulaoleh  sifatnya  yang  hemaprodit  yakni  berkelamin  jantan  dan  betina  akan mempercepat  perkembangbiakan  cacing  hati  tersebut.  Cacing  ini  banyak menyerang hewan ruminansia yang biasanya memakan rumput yang tercemar metacercaria, tetapi dapat juga menyerang manusia. Cacing ini termasuk cacingdaun  yang  besar  dengan  ukuran  30  mm  panjang  dan  13  mm  lebar. 

Fasciola gigantica bentuknya pipih seperti daun dan habitat utamanya dihati maka dikenal dengan nama cacing hati. Ada tiga cara larva infektif cacinghati setelah masuk ke dalam tubuh sampai ke organ hati hewan yang terinfeksi.Pertama ialah ikut bersama aliran darah, kemudian menembus kapiler darah, teruske vena porta dan akhirya sampai ke hati. Kedua, dari lambung (abomasum)menembus mucosa usus (duodenum), ke saluran empedu dan akhirnya sampai keparenkhim hati. Ketiga, yang umum terjadi adalah setelah menembus usus menujuperitonium, lalu menembus kapsula hati yang akhirya sampai ke hati.Cacing dewasa hidup dalam saluran empedu hospes definitif (terutamaruminansia kadang juga orang). Cacing bertelur dan keluar melalui saluranempedu dan keluar melalui feses. Telur berkembang membentuk meracidiumdalam waktu 9-10 hari pada suhu optimum. Meracidium mencari host intermedietsiput Lymnea rubiginosa dan berkembang menjadi cercaria. Cercaria keluar darisiput dan menempel pada tanaman air/rumput/sayuran. Cercaria melepaskanekornya  membetuk  metacercaria.  Bila  rumput/tanaman  yang  mengandung metacercaria dimakan oleh ternak/orang, maka cacing akan menginfeksi hospesdefinitif dan berkembang menjadi cacing dewasa .Cacing dalam saluran empedu menyebabkan peradangan sehingga merangsang terbentuknya jaringan fibrosapada dinding saluran empedu. Penebalan saluran empedu menyebabkan cairan empedu  mengalir  tidak  lancar.  Disamping  itu  pengaruh  cacing  dalam  hatimenyebabkan kerusakan parenchym hati dan mengakibatkan sirosis hepatis.Hambatan cairan empedu keluar dari saluran empedu menyebabkan ichterus. Bilapenyakit bertambah parah akan menyebabkan tidak berfungsinya hati

Fasciola gigantic mempunyai daur hidup yang sama dengan fasciolahepatica dan biasanya terdapat pada sapi dan ruminansia lain di asia, afrika dandaerah lain. Cacing ini jarang menginfeksi manusia.
Fasciola gigantic tidak selebar  Fasciola Hepatica tetapi lebih panjang dengan ukurab 25 – 75 mm x 3 – 13 mm

Prevalensi penyakit ini pada ternak di beberapa daerah di Indonesia, seperti di Jawa Barat dapat mencapai 90% dan di Daerah Istimewa Yogyakarta kasus kejadiannya antara 40-90%, maka perlu diwaspadai kemungkinan terjadinya penularan penyakit ini pada manusia di Indonesia.

Sabtu, 09 April 2011

Leukimia ( kanker darah )

Leukemia (kanker darah) adalah jenis penyakit kanker yang menyerang sel-sel darah putih yang diproduksi oleh sumsum tulang (bone marrow). Sumsum tulang atau bone marrow ini dalam tubuh manusia memproduksi tiga type sel darah diantaranya sel darah putih (berfungsi sebagai daya tahan tubuh melawan infeksi), sel darah merah (berfungsi membawa oxygen kedalam tubuh) dan platelet (bagian kecil sel darah yang membantu proses pembekuan darah).

Leukemia umumnya muncul pada diri seseorang sejak dimasa kecilnya, Sumsum tulang tanpa diketahui dengan jelas penyebabnya telah memproduksi sel darah putih yang berkembang tidak normal atau abnormal. Normalnya, sel darah putih me-reproduksi ulang bila tubuh memerlukannya atau ada tempat bagi sel darah itu sendiri. Tubuh manusia akan memberikan tanda/signal secara teratur kapankah sel darah diharapkan be-reproduksi kembali.

Pada kasus leukemia kanker darah), sel darah putih tidak merespon kepada tanda/signal yang diberikan. Akhirnya produksi yang berlebihan tidak terkontrol (abnormal) akan keluar dari sumsum tulang dan dapat ditemukan di dalam darah perifer atau darah tepi. Jumlah sel darah putih yang abnormal ini bila berlebihan dapat mengganggu fungsi normal sel lainnya, Seseorang dengan kondisi seperti ini (Leukemia) akan menunjukkan beberapa gejala seperti; mudah terkena penyakit infeksi, anemia dan perdarahan.

  • Penyakit Leukemia Akut dan Kronis






  • Leukemia akut ditandai dengan suatu perjalanan penyakit yang sangat cepat, mematikan, dan memburuk. Apabila hal ini tidak segera diobati, maka dapat menyebabkan kematian dalam hitungan minggu hingga hari. Sedangkan leukemia kronis memiliki perjalanan penyakit yang tidak begitu cepat sehingga memiliki harapan hidup yang lebih lama, hingga lebih dari 1 tahun.

  • Leukemia diklasifikasikan berdasarkan jenis sel






  • Ketika pada pemeriksaan diketahui bahwa leukemia mempengaruhi limfosit atau sel limfoid, maka disebut leukemia limfositik. Sedangkan leukemia yang mempengaruhi sel mieloid seperti neutrofil, basofil, dan eosinofil, disebut leukemia mielositik.

    Dari klasifikasi ini, maka Leukemia dibagi menjadi empat type sebutan;
    1. Leukemia limfositik akut (LLA). Merupakan tipe leukemia paling sering terjadi pada anak-anak. Penyakit ini juga terdapat pada dewasa yang terutama telah berumur 65 tahun atau lebih.
    2. Leukemia mielositik akut (LMA). Ini lebih sering terjadi pada dewasa daripada anak-anak. Tipe ini dahulunya disebut leukemia nonlimfositik akut.
    3. Leukemia limfositik kronis (LLK). Hal ini sering diderita oleh orang dewasa yang berumur lebih dari 55 tahun. Kadang-kadang juga diderita oleh dewasa muda, dan hampir tidak ada pada anak-anak.
    4. Leukemia mielositik kronis (LMK) sering terjadi pada orang dewasa. Dapat juga terjadi pada anak-anak, namun sangat sedikit.

  • Penyebab Penyakit Leukemia






  • Sampai saat ini penyebab penyakit leukemia belum diketahui secara pasti, akan tetapi ada beberapa faktor yang diduga mempengaruhi frekuensi terjadinya leukemia.
    1. Radiasi. Hal ini ditunjang dengan beberapa laporan dari beberapa riset yang menangani kasus Leukemia bahwa Para pegawai radiologi lebih sering menderita leukemia, Penerita dengan radioterapi lebih sering menderita leukemia, Leukemia ditemukan pada korban hidup kejadian bom atom Hiroshima dan Nagasaki, Jepang.

    2. Leukemogenik. Beberapa zat kimia dilaporkan telah diidentifikasi dapat mempengaruhi frekuensi leukemia, misalnya racun lingkungan seperti benzena, bahan kimia inustri seperti insektisida, obat-obatan yang digunakan untuk kemoterapi.

    3. Herediter. Penderita Down Syndrom memiliki insidensi leukemia akut 20 kali lebih besar dari orang normal.

    4. Virus. Beberapa jenis virus dapat menyebabkan leukemia, seperti retrovirus, virus leukemia feline, HTLV-1 pada dewasa.

  • Tanda dan Gejala Penyakit Leukemia






  • Gejala Leukemia yang ditimbulkan umumnya berbeda diantara penderita, namun demikian secara umum dapat digambarkan sebagai berikut:
    1. Anemia. Penderita akan menampakkan cepat lelah, pucat dan bernafas cepat (sel darah merah dibawah normal menyebabkan oxygen dalam tubuh kurang, akibatnya penderita bernafas cepat sebagai kompensasi pemenuhan kekurangan oxygen dalam tubuh).

    2. Perdarahan. Ketika Platelet (sel pembeku darah) tidak terproduksi dengan wajar karena didominasi oleh sel darah putih, maka penderita akan mengalami perdarahan dijaringan kulit (banyaknya jentik merah lebar/kecil dijaringan kulit).

    3. Terserang Infeksi. Sel darah putih berperan sebagai pelindung daya tahan tubuh, terutama melawan penyakit infeksi. Pada Penderita Leukemia, sel darah putih yang diterbentuk adalah tidak normal (abnormal) sehingga tidak berfungsi semestinya. Akibatnya tubuh si penderita rentan terkena infeksi virus/bakteri, bahkan dengan sendirinya akan menampakkan keluhan adanya demam, keluar cairan putih dari hidung (meler) dan batuk.

    4. Nyeri Tulang dan Persendian. Hal ini disebabkan sebagai akibat dari sumsum tulang (bone marrow) mendesak padat oleh sel darah putih.

    5. Nyeri Perut. Nyeri perut juga merupakan salah satu indikasi gejala leukemia, dimana sel leukemia dapat terkumpul pada organ ginjal, hati dan empedu yang menyebabkan pembesaran pada organ-organ tubuh ini dan timbulah nyeri. Nyeri perut ini dapat berdampak hilangnya nafsu makan penderita leukemia.

    6. Pembengkakan Kelenjar Lympa. Penderita kemungkinan besar mengalami pembengkakan pada kelenjar lympa, baik itu yang dibawah lengan, leher, dada dan lainnya. Kelenjar lympa bertugas menyaring darah, sel leukemia dapat terkumpul disini dan menyebabkan pembengkakan.

    7. Kesulitan Bernafas (Dyspnea). Penderita mungkin menampakkan gejala kesulitan bernafas dan nyeri dada, apabila terjadi hal ini maka harus segera mendapatkan pertolongan medis.

  • Diagnosa Penyakit Leukemia (Kanker Darah)






  • Penyakit Leukemia dapat dipastikan dengan beberapa pemeriksaan, diantaranya adalah ; Biopsy, Pemeriksaan darah {complete blood count (CBC)}, CT or CAT scan, magnetic resonance imaging (MRI), X-ray, Ultrasound, Spinal tap/lumbar puncture.

  • Penanganan dan Pengobatan Leukemia






  • Penanganan kasus penyakit Leukemia biasanya dimulai dari gejala yang muncul, seperti anemia, perdarahan dan infeksi. Secara garis besar penanganan dan pengobatan leukemia bisa dilakukan dengan cara single ataupun gabungan dari beberapa metode dibawah ini:

    1. Chemotherapy/intrathecal medications
    2. Therapy Radiasi. Metode ini sangat jarang sekali digunakan
    3. Transplantasi bone marrow (sumsum tulang)
    4. Pemberian obat-obatan tablet dan suntik
    5. Transfusi sel darah merah atau platelet.

    Sistem Therapi yang sering digunakan dalam menangani penderita leukemia adalah kombinasi antara Chemotherapy (kemoterapi) dan pemberian obat-obatan yang berfokus pada pemberhentian produksi sel darah putih yang abnormal dalam bone marrow. Selanjutnya adalah penanganan terhadap beberapa gejala dan tanda yang telah ditampakkan oleh tubuh penderita dengan monitor yang komprehensive.

    Hematologi Rutin dan Ferritin

    Pemeriksaan ferritin tidak dapat dipisahkan dengan pemeriksaan hematologi rutin agar dapat memberikan informasi diagnostik lebih baik. Jika ditemukan keadaan anemia mikrositik dan hipokromik, maka pemeriksaan ferritin dapat digunakan untuk membedakan anemia yang disebabkan thalassemia atau infeksi kronik dan anemia yang disebabkan tumor dan lain-lain.

    Darah adalah cairan berwarna merah yang terdapat pada semua makhluk hidup (kecuali tumbuhan) tingkat tinggi.

    Fungsi darah :
    - transportasi (sari makanan, oksigen, karbondioksida, sampah dan air)
    - termoregulasi (pengatur suhu tubuh)
    - imunologi (pertahanan tubuh terhadap virus atau bakteri)
    - homeostasis (mengatur keseimbangan zat, pengatur pH tubuh)

    Sel darah :
    1. Sel darah merah (eritrosit)
    Mengangkut oksigen dan karbondioksida.

    2. Sel darah putih (leukosit)
    Pertahanan tubuh terhadap virus dan bakteri.

    3. Platelet (trombosit)
    Berperan aktif pada pembekuan darah (koagulasi) dan menghentikan perdarahan (hemostasis)

    Pemeriksaan Hematologi Rutin
    Mengetahui keadaan darah dan komponennya untuk membantu skrining dan diagnosis berbagai penyakit.

    a. Eritrosit : mengetahui kelainan sel darah merah yang berfungsi sebagai alat transport utama untuk membawa oksigen

    b. Hemoglobin (Hb) : menentukan konsentrasi Hb (protein dalam eritrosit yang berfungsi membawa oksigen ke dalam tubuh) pada komponen darah, seperti evaluasi keadaan anemia.

    c. Leukosit : mengetahui kelainan sel darah putih yang bertanggung jawab terhadap imunitas tubuh, evaluasi infeksi bakteri dan virus, proses metabolik toksik, dan lain-lain

    d. Trombosit : mengevaluasi, diagnosis dan pemantauan perdarahan, gangguan pembekuan darah, dan lain-lain

    e. Hematokrit : menentukan keadaan anemia, kehilangan darah, anemia hemolitik, polisitemia, dan lain-lain

    f. Nilai-nilai MC : mengetahui rata-rata ukuran dan banyaknya hemoglobin yang terdapat dalam eritrosit

    Mean corpuscular hemoglobin (MCH) : rata-rata banyaknya Hb yang terdapat dalam eritrosit, mendiagnosis kelainan Hb seperti thalassemia.
    Mean corpuscular volume (MCV) : volume rata-rata sebuah eritrosit, mendiagnosis kelainan hemoglobin seperti thalassemia dan lain-lain.

    Bagaimana hubungan pemeriksaan hematologi rutin dan ferritin ?
    Jika hasil pemeriksaan hematologi rutin terutama eritrosit, Hb, hematokrit, dan nilai-nilai MC menunjukkan hasil yang abnormal, mungkin disebabkan oleh jumlah cadangan besi dalam tubuh. Oleh karena itu, harus dilanjutkan dengan pemeriksaan ferritin.

    Ferritin
    Ferritin adalah cadangan besi dalam tubuh. Zat besi menjadi sangat penting dalam kualitas manusia karena setiap pertumbuhan sel manusia membutuhkan keberadaan zat besi ini.

    Tujuan pemeriksaan ferritin :
    - melengkapi pemeriksaan hematologi pada anemia
    - pemantauan cadangan besi dalam tubuh
    - mengetahui risiko diabetes pada kehamilan (ferritin >300mg/ml)
    - pemantauan pasien penerima transfusi darah terus-menerus/berlebihan
    - pemantauan pasien yang mendapatkan terapi besi

    Faktor risiko :
    - seseorang yang mempunyai gejala anemia
    - wanita hamil, karena mayoritas secara fisiologis mereka mengalami defisiensi zat besi
    - anak-anak, prevalensi anemia defisiensi besi di Indonesia tinggi terutama pada anak-anak
    - pasien transfusi darah rutin, untuk mengetahui risiko kelebihan zat besi yang dapat menumpuk dalam tubuh

    Peningkatan kadar ferritin :
    - gangguan hati
    - transfusi darah terus-menerus/berlebihan
    - hemokromatosis/penyakit kelebihan besi yang diturunkan
    - anemia hemolitik
    - keganasan (sintesis ferritin oleh sel tumor)
    - terganggunya klirens ferritin dari plasma
    - diabetes pada kehamilan
    - dan lain-lain

    Penurunan kadar ferritin :
    - anemia defisiensi besi
    - kehilangan banyak darah
    Diberdayakan oleh Blogger.

    You can replace this text by going to "Layout" and then "Page Elements" section. Edit " About "